Friday, February 17, 2012

Berantakan Tapi Sukses


Ini adalah hal gila. 


Ceritanya gue bangun tidur. Gue kaget, kok udah terang langitnya? Terus gue wudhu di KMD. Abis itu OH YA! GUE KUDU I'LAN SCIENCE FAIR DI MESJID. Gue baru inget hari itu hari Jumat dan gue udah janji sama pihak lab mau ngiklanin acara hasil kerjasama kita ~Science Fair di mesjid. Kenapa di mesjid? Gue pikir mesjid itu sarana paling efektif untuk ngumumin apapun.

Tanpa basa-basi gue samber yang namanya sarung dan pasangannya (baju koko) plus songkok Quran, gue pake sarungnya, gue masukin bajunya. Abis itu dengan tenaga setengah kuda gue langsung berlarian menuju mesjid.

Ternyata saatnya belum usai..

Akankah Kau Jadi "The Next Jokowi"?


Posting kali ini gue mau nulis something about Jokowi. Ya, itu loh walikota Solo yang sekarang terkenal karena keberhasilannya mengurusi PKL di kotanya.
Maaf sebelumnya postingan ini nggak dipengaruhi pihak tertentu. Nggak ada unsur pemaksaan. Ini murni dari hati nurani saya sendiri yang tergerak dan tentunya terinspirasi tokoh seperti beliau.

Jokowi atau nama lengkapnya Joko Widodo adalah walikota Surakarta (sering dikenal dengan Solo) yang menjabat dua kali periode sejak 2005 hingga 2015. Pemimpin ini tidak seperti politikus lainnya yang hanya bisa mengobral janji. Tapi Jokowi lebih banyak act ketimbang talk.

Keberhasilan beliau bisa kita lihat dari caranya mengatasi masalah PKL di Solo. Beliau tidak menugaskan Satpol PP dengan pentungan dan tameng di tangan. Tapi apa yang beliau lakukan? Mengajak para pedagang PKL ini ngopi bareng di rumah jabatnya, sambil mendengarkan keluhan dan harapan dari rakyatnya.

Beliau juga nggak pernah mengambil gaji hasil jabatannya menjadi walikota. Beliau hanya menandantangani slip gajinya, and the end. Ini berbeda jauh dengan berita yang disiarkan di media cetak maupun media massa tentang presiden yang mengeluh kekurangan gaji. Kita pastinya nggak kelewatan berita ini kan? Inikah yang namanya presiden?

Friday, February 10, 2012

Sebuah Mata untuk Selamanya


Ini namanya cerpen nde..

Dulu kala ada anak namanya Hadi (bukan nama sebenarnya). Anak ini tinggal sama ibunya berdua di rumah. Rumahnya ini gubug, bisa dikatakan buruk lah. Kondisi ekonomi keluarga Hadi bisa dibilang pas-pasan.

Hadi ini masih kelas 2 SD. Tapi dia mesti malu kalo berangkat sekolah dianter ibunya soalnya ibunya ini menderita cacat di matanya. Hadi malu punya ibu yang buta sebelah. Astaghfirullah. Tapi ibu ini tetep sabar. Dia tetep sayang sama anaknya walaupun si anak malu sama ibunya.

Waktu pun berlalu, anak ini udah duduk di bangku SMA. Hadi ini sekolah di tempat yang gak jauh jauh banget dari rumahnya.

Suatu waktu ada kegiatan belajar kelompok dari guru fisikanya. Kebetulan temen-temen Hadi ini minta belajar di rumah Hadi, karena hanya rumah Hadilah yang belum dapet giliran belajar kelompok.

"Jangan ah, jangan di rumahku. Rumahku sempit, gak bakal muat diisi kamu semuanya," Hadi nolak.

"Ah, gak papa. Lagian Rudi, Vina, Deni, Thomas, sama Elfira gak dateng. Mereka mau latihan basket intensif," kata Afi.

"Ng.. jangan di rumahku. Rumahku gak muat buat belajar kelompok," Hadi nolak lagi.

"Yaudah."

Lagi-lagi sifat Hadi ini gak berubah, dia sengaja berbohong biar temennya nggak tahu soal ibunya yang cacat mata.

Dua tahun kemudian..

Inilah saatnya Hadi lulus dari SMA-nya. Dia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di kota dengan sambilan usaha seadanya. Ibunya yang hanya berjualan makanan di tetangganya kurang mampu membiayai Hadi. Tapi Hadi nekat ingin melanjutkan studinya.

Saturday, February 04, 2012

Chatting is Risky



Chatting itu riskan.


Dan saya sangat menyadari keriskanan ini.


Di era abad 21 ini segalanya memang telah berubah. Gaya hidup manusia ganti total. Dulu manusia biasa kenalan abis ketemuan di sekolah, tempat les, tempat kerja, ato yang lain, sedangkan sekarang dunia terasa begitu sempit. Semuanya serasa selompatan kaki. Tinggal tukeran email facebook aja semuanya beres. Kenalan, liat profil, kenali sifat, semuanya jadi.


Ini tentunya membawa manfaat yang melimpah tapi juga tak meninggalkan segelimang madharat. Banyak miscommunication akibat kemajuan teknologi yang satu ini.


Termasuk chatting.


Ini memang menjadi kebiasaan yang lumrah di kalangan masyarakat dewasa ini. Chatting dianggap seperti ngobrol biasa. Dilakukan setelah makan, di sela kerja, sebelum tidur, abis mandi, ato yang lain. Banyak kemudahan yang kita ambil dari fasilitas internet satu ini, termasuk salah satunya kita nggak perlu face to face dengan manusia yang kita ajak ngobrol.
Tapi ternyata chatting membawa beresiko tinggi.


Miskomunikasi. Salah waktu ketikan. Dan lain-lain.


Udah ah, tidur. Udah malem. Besok ulangan 3 mapel. Freak.

Friday, February 03, 2012

Road to ITS 2012


Tau ITS? Yoi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Ini nama universitas di Surabaya. Pastinya lo semua tahu, gue yakin.

Kali ini gue mau nulis seputar apa yang gue lakuin sebelum bener-bener melaju ke ITS. Ini memang benar-benar sakral. 

Emang di ITS ada apa sih?



Hari ini kan Jumat nih. Dua hari lagi Minggu. Di Minggu ini ada seleksi olim mat dari ITS. Yang lolos berhak ngelanjutin final di ITS dua minggu kemudian.

Seleksi ini emang ga gampang bro. Cukup bikin gangguan di jadwal rutinitas harian. Apalagi saingannya dari seluruh Indonesia dan hanya ada 50 tim yang boleh ikutan final di ITS. Ini emang bukan suatu hal yang ringan. Apalagi bagi saya, pelajar nakal bego yang tidak disiplin.

Di lomba ini gue dipasangin sama mas Okky, itu loh yang kelas 12. Lombanya tumbenan. Harus ada satu tim yang terdiri dari dua orang. Alias, kerjasama tim di sini sangat dibutuhin. Kita ga boleh egois ngerjain soal sendiri. Belajar sendiri. Kita harus gotong-royong. Saling bahu-membahu. Apalagi sekolah gue ngirimin banyak tim di sana. Gurunya ga bisa ngontrol 100% murid-murid yang ikut olimpiade. Jadinya gue yang harus menjaga mereka biar tetep diskusi soal matematika di asrama (sekolah gue ada asramanya).


Persiapan kali ini emang gak ringan. Mengingat statistik gue ikut lomba-lomba gini udah 5 kali dan hanya berhasil ngasih piala ke sekolah cuman sekali, gue dituntut gede-gedean sama guru-guru sekolah n' kepala sekolah. Mereka ngasih harapan yang besar ke gue. Seakan-akan tatapan mereka menandakan "kamu harus menang, kamu harus menang". Gue emang goblok. Selalu nggak bisa memberikan yang terbaik. Tapi di sinilah pembuktiannya. Gue mau buktiin kalo gue akan berhasil kali ini.

Paling nggak, nggak mengecewakan lah.

Lomba ini bener-bener ngganggu jadwal harian gue. Pas anak-anak futsal, gue harus berdiam diri di mesjid cuman buat latian soal. Pas temen-temen lagi nyenyak-nyenyaknya ngorok tidur di asrama, gue harus nemenin lampu 20 watt buat baca pembahasan soal. Bahkan sekarang temen-temen seasrama lagi tour di WBL Lamongan, gue harus sendirian netep di asrama. Alasannya: karantina.
Ini emang hal yang menyedihkan.

Gue jadi inget sama temen gue Melati (nama disamarkan). Orang ini ga tau kenapa bilang seenaknya sendiri.

Wednesday, February 01, 2012

Bukan Karena Cinta



Aceh, 26 Desember 2004
Langit cerah. Angin bertiup pelan seiring melambainya rimbunan daun pohon kelapa di pantai Lhoknga. Ombak-ombak berkejaran, berlomba-lomba mendahului hingga ke tepian pantai. Matahari di ufuk timur menambah indahnya kemilauan buih-buih pantaiku ini.

Aku Tonga. Umur 35 tahun. Aku sudah lama sekali hidup di sini, di sekitar wilayah ini. Keseharianku... yah, mencari ikan. Meski hasilnya tak seberapa, tapi aku sudah sangat bersyukur bisa menghidupi diriku sendiri yang hanya sebatang kara ini. Aku masih ingat ketika dulu masih sekolah, aku dididik bahwa tingkat kemakmuran bukan dinilai berdasarkan besarnya kecilnya pendapatan seseorang, tetapi dilihat dari kemampuan untuk memenuhi kebutuhan.

Aku masuk rumah, yang berjarak tidak sampai 100 m dari pantaiku. Hari ini aku tidak melaut. Kemarin ramalan cuaca BMG Banda Aceh di bmgaceh.go.id mengatakan bahwa hari ini akan turun hujan disertai petir-petir. Entahlah, tidak sesuai sekali dengan saat ini.

Kubuka laptopku. Oh ya, laptop pinjamanku. Laptop ini pinjaman dari Pak Jamal tetangga sebelah karena aku pernah membantunya mencari kacamata di kamar mandi. Tak hanya itu, rumah gubukku yang sudah miring 14 derajat ini dipasangi wi-fi olehnya. Alhamdulillah, terharu sekali rasanya jika teringat kata-katanya ketika itu. Baik sekali dia.

Kubuka email. Tak ada yang masuk. Kubuka google.com, mencari tahu tentang lowongan kerja di Banda Aceh. Barangkali saja ada. Oh, setelah kucari lama, belum ada rupanya. Ya sudah lah.

Aku melongok ke jendela luar mencari sedikit hirupan nafas segar. Fantastis! Air laut surut jauh sekali. Ikan-ikan menggelepar bertaburan tak beraturan bak titik-titik hujan di daratan. Dengan cekatan aku segera mengambil ember biru kecilku di depan rumah dan berlari menuju pantai secepat mungkin layaknya sprinter kelas dunia yang dikejar anjing. Tanpa basa-basi kumasukkan ikan-ikan itu ke dalam ember mungilku. Karena tak sedikit juga rupanya para tetangga yang melakukan hal serupa. Teriakan-teriakan syukur menggema di telingaku. Sebagian ada yang bersujud ke barat yanag kebetulan menghadap ke pantai. Tapi... tapi... itu... itu...